Kamis, 08 Desember 2016

Suka Ikut Arisan? Kenali Bahaya Arisan dalam Islam

Loading...
Anda suka mengikuti arisan? Arisan biasanya menjadi salah satu ajang kumpul atau silaturrahmi bagi para ibu-ibu hampir di semua kalangan, baik itu arisan keluarga, tingkat RT, RW, lingkungan rumah, kantor, komunitas dan lain sebagainya. Dalam arisan tersebut, umumnya ibu menyetor sejumlah uang sesuai kesepakatan, kemudian secara berkala (entah seminggu atau sebulan sekali) akan dilakukan pengocokan nama yang berhak mendapatkan dana yang sudah dikumpulkan tersebut. Jumlah uang yang disetor dalam arisan bisa dikatakan beragam, ada yang ribuan, puluhan ribu, ratusan, bahkan jutaan. Jadi semakin besar jumlah uang yang disetor, maka uang yang akan ditarik juga akan semakin besar. Maka itulah tak heran jika sebagian orang memanfaatkan dana arisan sebagai modal usaha, membeli kendaraan atau untuk urusan lainnya.
Meski memberi manfaat, namun arisan juga mendatangkan banyak mudharat lho, diantaranya : penanggung jawab tidak amanah, orang yang sudah menarik arisan tidak mau membayar lagi, dan masih banyak yang lainnya. Untuk itulah islam memberikan aturan yang tegas mengenai masalah arisan, yakni :

 1. Boleh

Arisan diperbolehkan jika didalamnya tidak ada unsur riba (nilai penghasilannya sama), terdapat unsur taawun atau tolong menolong sehingga menghindarkan peserta dari utang riba, dan tidak terdapat kecurangan didalamnya.

2. Haram

Arisan memiliki hukum HARAM, karena arisan itu membuka pintu hutang, terutama jika Anda mendapatkan dana arisan lebih awal. Bayangkan saja, ketika Anda meninggal sementara arisan belum selesai, siapakah yang akan membayar arisannya? Ahli waris, Anda bukan? Iya kalau ahli waris Anda mampu membayar, kalau tidak, otomatis akan memberatkan Anda di akhirat. Ingat! Kita hidup di dunia ini hanya sementara, jangan sampai hanya karena masalah sepele, lantas kita menjadi orang yang merugi di akhirat.
Masalah hutang bukanlah masalah ringan, karena Rasulullah sendiri sudah berkali-kali mengingatkan kita dalam haditsnya, yang artinya :
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078)
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410)
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414)
Jika menerima dana pertama disebut membuka pintu hutang, bagaimana dengan peserta yang menerima dana paling terakhir? Sama saja, yakni haram karena disini terdapat unsur gharar atau ketidakpastian. Karena dia terus mengharapkan sementara itu belum tahu kapan kepastian akan mendapatkan dana. Bahkan seringkali dana yang diperoleh tidak genap karena ada peserta yang curang atau penanggung jawab yang tidak amanah.
Penjelasan diatas seyogyanya membuat kita lebih bijak lagi dalam memutuskan, jangan sampai hanya karena tergiur uang untuk modal, lantas kita mengabaikan keselamatan kita di akhirat.